Thursday, July 14, 2011

PENANTIAN HATI


Hari pertama sekolah. Argh... suasana sekolah begitu membuatku rindu. Banyak hal yang membuatku ingin cepat-cepat ingin melepas rindu dengan teman-teman di sekolah. Bukan hanya karena ingin melihat teman-teman kelas baruku, tetapi aku sangat ingin melepas rindu dengan sahabatku Alexa dan Zhezha, serta seseorang disana. Aku, Alexa dan juga Zhezha sudah satu sekolah sejak SMP, sampai kini di SMA. Persahabatan kami bertiga tidak pernah direncanakan, tapi waktu selalu mempertemukan kami untuk selalu bersama. dan seseorang disana yang selalu membuat hari-hariku penuh dengan pengharapan. Dia adalah “Garin”. Awal pertemuanku dengan Garin, pada saat duduk di kelas X. Kesan pertama saat mengenalnya, dia begitu dingin. Aku dan dia hanya sering berpapasan entah di jalan ataupun kantin tanpa bertegur sapa. Karena kami berdua belum begitu saling mengenal satu sama lain, apalagi pada waktu kelas X kami tidak sekelas. Barulah setelah kelas XI, kami sekelas. Hari demi hari, kami hanya menjalin hubungan pertemanan biasa sesama teman sekelas.
@@@
Tak terasa , sudah dua bulan kami sekelas, belajar bersama. kami pun tentunya sudah saling mengenal satu sama lain. Kami juga sudah saling bertukar nomor handphone.
“Hai Kin! Alex mana?” tanya Zhezha.
“Tuh lagi ngobrol ma anak-anak lain”, jawabku spontan.
“Eh tahu nggak, ada orang yang sering telpon aku gitu. Tapi setiap dia menghubungiku, namanya selalu saja berganti-ganti. Entah Rio, Gilang, Arlo and bla bla bla”, kata Zhezha sedikit cerewet.
‘Memangnya kamu tidak mengenali suaranya? Siapa tahu itu teman-teman kita yang kerjain kamu”, kataku curiga.
“Bisa juga”.
Tiba-tiba, si tukang gaduh kelas membuat pengumuman.
“Teman-teman, ada yang tahu tidak nomor handphone ini?, teriak Tata sambil menunjukkan nomor handphone yang ada di papan tulis.
“Hmm... itu kan nomor yang aku cari tahu juga. Tau nggak tuh orang nyebelin banget, gak tahu waktu kalau mau gangguin orang, gak malam gak pagi gak siang, nelpon mulu. Kira-kira siapa sih?”, jawab Zhezha protes.
“Pokoknya kita harus cari tahu siapa pemilik nomor itu”, tutup Tata.
‘Iya benar”.
@@@
Keesokan harinya, aku terburu-buru berangkat ke sekolah. Karena hari ini Mr. Galak yang mengajar, juga karena soal nomor handphone peneror itu. Setelah istirahat, aku, Zhezha dan Alexa mengobrol.
“Eh kemarin nomor yang kamu bilang itu juga hubungi aku, Zhez”, kataku.
“Tenang, aku sudah tahu siapa pemilik nomor itu”, jawab Zhezha.
“Siapa memangnya?”, tanya Alexa penasaran.
“Sini-sini. Itu nomornya Garin”, bisik Zhezha.
Seketika aku dan Alexa tersentak kaget mendengarnya. Sejenak aku berpikir, buat apa Garin menelpon semua anak-anak cewek di kelas? Apa dia kurang kerjaan atau memang dia jail?
“Omong-omong soal Garin. Kalian sadar tidak kalau Garin itu punya kemiripan dengan Pak Ono?”, kata Alexa membuyarkan lamunanku.
“Aku setuju Lex. Garin memang punya sedikit kemiripan dengan Pak Ono”, jawabku setuju.  
“Sejak kapan kamu mulai perhatian sama Garin?, sela Zhezha.
“E... enggak kok. Aku hanya kagum dengan dia, itu saja”, jawabku terbata-bata. “Tapi.... sebenarnya aku punya perasaan lain kalau bertemu dengannya, ditambah lagi jika ada cewek yang mendekati dia”, ungkapku.
“Jangan-jangan kamu jatuh cinta lagi”, ejek Zhezha.
“Entahlah, aku tidak tahu apa yang aku rasakan sekarang”, jawabku bingung.
Entah kenapa malam ini aku begitu gelisah. Apa yang terjadi denganku? Kata-kata Zhezha selalu terngiang-ngiang di telingaku. Apa itu mungkin itu terjadi padaku? Apalagi setiap ada teman cewek yang mendekati Garin, perasaanku jadi tidak karuan. “Tuhan, aku kenapa?”, aku melempar tubuhku di tempat tidur. Berharap ini akan membantuku menjawab semuanya. Terlalu lama aku menerawang melihat plafon kamarku, hingga aku terlelap tidur.
@@@
Akhirnya ujuan semester selesai juga. Aku duduk di teras kelas sendiri, menunggu Alexa dan Zhezha yang sedang rapat OSIS untuk persiapan PORSENI (Pekan Olahraga dan Seni). Tanpa aku sadari ternyata ada seseorang yang mengamatiku sejak tadi.
“Hai! Ngapain ngelamun sendiri, nanti kesambet loh”,  orang itu mengagetkanku.
Alangkah kagetnya aku saat itu, hingga aku tak bisa berkata apa-apa. Aku hanya salah tingkah dibuatnya. Menatapnya pun aku malu, apalagi mengajaknya mengobrol. “Tuhan, apa yang harus aku lakukan?”, aduku dalam hati.
“Hai ditanya kok diam saja” Garin membuyarkan lamunanku.
“Maaf. Aku sedang menunggu Alexa dan Zhezha”, jawabku terbata-bata.
“Oh, pantas saja sendiri. Ya sudah aku mau cari anak-anak lain”, tutup Garin.
Aku tak sempat membalasnya, dia sudah pergi. Kenapa jantungku berdegup kencang tadi saat berada didekatnya.
@@@
Setelah pembukaan PORSENI, aku, Alexa, dan Zhezha pergi ke kantin.
“Sepertinya besok dan selama PORSENI, aku tidak hadir”, kataku.
“Beneran? Nanti kangen loh  sama yang itu tuh”, sindir Zhezha.
“Ah, nggak kok. Apaan sih”, aku menyela.
“Tidak usah mengelak Bella. Aku juga mungkin tidak sempat hadir karena aku harus pergi cek-up ke dokter dulu’, terang Alexa.
“Iya aku mengaku”, jawabku malu.
Alexa dan Zhezha serentak menertawaiku, aku pun ikut tertawa dibuatnya.
@@@
Seminggu sudah aku tidak hadir di sekolah, walau memang hanya acara PORSENI untuk mengadakan penyegaran setelah ujian, tetapi entah mengapa aku malas untuk datang ke sekolah hanya untuk bertemu saja dengan teman-teman. Lebih baik aku di rumah, beres-beres. Seminggu juga aku hanya berkomunikasi dengan Alexa dan Zhezha melalui handphone atau SMS (Short Message Service). Begitu pun dengan teman-teman lain, juga Garin. Dia kadang menelpon atau SMS aku  hanya sekedar untuk iseng-iseng saja mungkin. Tapi itu bisa membuatku sedikit senang walau dia tidak tahu sebenarnya tentang perasaanku.
Tiba-tiba lagu “Cinta dalam Hati” dari band Ungu terdengar dari handphoneku. Aku pun beranjak dari tempat dudukku dengan malas untuk mengangkat handphone itu. Aku kaget melihat nama penelpon yang tertera dilayar handphoneku, “GARIN”. Dengan deg-degan aku mengangkat handphone itu.
“Halo Assalamu Alaikum”, bukaku dengan sedikit gugup.
“Walaikum salam”, jawab suara di ujung handphone.
Aku terheran mengapa cewek yang berbicara, bukankah ini nomor handphone Garin?, bisikku dalam hati.
“Hai! Ada orang di sana?”, tanya suara itu lagi.
“Ini siapa sih sebenarnya?, bukankah ini nomor handphonenya Garin?”, tanyaku heran.
“Ya ampun Kinsi, masa kamu nggak kenal suara aku sih?, aku Zhezha”.
“Kok bisa sih? Trus Alexa?”, tanyaku lagi.
“Ya iyalah bisa ini kan multiparty calling, jeng”, kali ini jawab Alexa.
“Oww pantas aja. By the way, gimana kabar sekolah?”, kataku.
“Baik-baik aja lah, sekolah sehat-sehat aja tuh”, jawab Zhezha Bercanda.
“Aku serius Zhez”
“Bilang aja kamu mau tanya kabarnya Garin. Iya kan?”, tanya Alexa.
“Kalian kenapa sih becandain aku terus”, protesku.
“Iya iya. Eh.. kalian besok datang yah ke sekolah”, kata Zhezha.
“Tenang aja, Kinsi pasti datang. Dia kan juga kangen ma Garin”, goda Alexa.
“Kalian....”, teriakku.
“Ih galak banget sih. Iya udah dulu deh, ntar Garinnya marah lagi aku habisin pulsanya. Bye bye, see you tomorrow”, tutup Zhezha.
Selesai berbicara dengan Alexa dan Zhezha, aku berbaring membayangkan besok akan terjadi apa. Harapku mudah-mudahan besok jadi hari yang menyenangkan buatku.
@@@
Akhirnya pagi datang juga. Aku benar-benar tidak sabar ingin ke sekolah. Sesampainya di sekolah, aku langsung saja menuju kelas. Di kelas aku bertemu dengan Arlo. Arlo adalah sahabat Garin. Aku sering curhat dengannya.
“Hai Kinsi, kamu kemana aja nggak pernah datang ke sekolah?, gak kangen apa ma aku atau kamu kangennya ma Garin doang?”, canda Arlo.
“Ih apaan sih Arlo, lebay deh. Aku di rumah aja, nggak kemana-mana”, jawabku sedikit risih.
“By the way nih, kamu nggak capek apa pendam terus perasaan kamu ke Garin?”, tanya Arlo.
“Itu akan lebih baik, daripada aku langsung menyatakannya. Lagian aku belum siap untuk itu. Tunggu saja sampai aku siap mengatakannya”, kataku.
“Lebih baik kamu terus terang saja, daripada ada orang yang lebih dulu mendapatkan Garin”, saran Arlo.
“Maksud kamu, Garin sudah punya pacar?”, tanyaku penasaran.
“Aku nggak bermaksud buat kamu marah Kin, tapi kamu harus tahu kalau Garin itu sudah punya pacar”, terang Arlo.
Sejenak aku membisu memikirkan kata-kata Arlo. Perasaanku semakin tidak menjadi, aku belum siap untuk itu.
“Aku akan memikirkan kata-kata kamu Arlo, thanks”, jawabku.
@@@


Sejak saat itu aku hanya terus-menerus memendam perasaanku. Walau aku harus tersiksa melihatnya bersama orang lain. Walau aku harus menangis untuknya. Aku akan bertahan. Rasa ini akan aku pendam sendiri hingga aku tak sanggup lagi. Karena ini mungkin lebih baik untukku, agar aku tidak merusak hubungan orang lain. Kadang jika aku tak sanggup menahannya, aku akan menangis sendiri dikamarku sampai aku tertidir sendiri, jika aku lelah menangis. Barulah setelah pagi hari aku tersadar saat bercermin dan menemui mataku sembap, jika semalaman aku menangis.
Hampir setahun sudah aku terus memendam perasaan ini. Tapi aku tetap bertahan dengan perasaan ini. Tak ada yang bisa menggoyahkan perasaanku. Tiba-tiba, aku teringat kata-kata Arlo, yang mengatakan aku harus terus terang untuk mengatakannya. Bagaimana jika aku menliskan surat untuknya. Mungkin cara ini akan lebih baik. Selain itu, di jaman sekarang ini tak ada lagi yang memakai cara ini untuk mengungkapkan perasaan. Dan tentu saja, ini tidak akan membuatku lebih lama tersiksa. Aku lalu memberitahukan alexa dan Zhezha tentang rencanaku ini. Dan mereka pun setuju denganku. Mereka juga ikut membantuku untuk membuatnya. Setelah selesai, aku akan meminta tolong ke Arlo untuk menyampaikan suratku ini untuk Garin.
 Malam ini aku benar-benar tidak bisa tertidur dengan nyenyak. Aku takut, apa yang harus aku lakukan saat dia tahu tentang perasaanku sebenarnya. Untuk menguatkan hatiku, aku lalu mengambil secarik kertas yang sudah terbungkus rapi dengan amplop berwarna merah muda di meja belajarku. Kemudian aku mengambil posisi di tempat tidurku dan siap untuk membacanya.

Ass. Qum........
Maaf aku mengganggu waktumu dan terima kasih atas waktumu.

Kehidupan adalah sebuah pilihan antara ya dan tidak. Walaupun surat telah jadul dan tempo doeloe”E, tapi melalui media inilah yang harus aku pilih. Apapun pendapat dan tanggapanmu atas surat ini aku hanya bisa meluapkan segenap yang kurasakan. Mungkin sesuatu yang ingin aku utarakan padamu hanya sesuatu yang tak berarti dan berharga namun inilah yang aku punya untukmu. Hal ini sebenarnya sangat sulit dan berat aku katakan padamu tetapi aku coba agar apa yang aku rasakan selama ini dapat engkau mengerti. Karena aku tahu posisiku sebagai se.......orang wanita yang tak sepatutnya berbuat demikian namun aku melawan arus demi sebuah kejujuran. Dimana kebenaran ini telah lama kupendam.
Beribu kata, beribu makna tapi tak satupun maksud hatiku untuk memilikimu. Aku hanya ingin satu, kamu mengerti yang aku rasakan selami ini agar aku dapa hidup disampingmu dengan damai tanpa ada tekanan. Sejatinya aku ingin menjadi teman berbagimu. Yang tidak dilandasi oleh tali asmara.
Sejak pertama aku melihatmu, aku sudah merasakan suatu getaran yang dahsyat yang aku sendiri tak tahu dari mana asal mulanya dan dimana akan berakhir. Baru sekaranglah aku utarakan karena baru saat ini aku merasa betul-betul akan kehilangan kamu untuk jangka waktu yang lama dan entah kapan engkau kembali. Tapi kuharap kaun tak jadi pergi dari pandangan mataku.
Dan dengan sangat terpaksa kukatakan padamu “SELAMAT TINGGAL KASIHKU, AKU KAN TETAP ADA DAN KAN SELALU MENANTIMU HINGGA UJUNG USIAKU”. Sampai jumpa lagi semoga kamu dapat meraih cita0citamu. Kuharapkan dirimu setiap malam dalam mimpi indahku. Doaku slalu menyertaimu. Good bye....

Qum. Salam.
Untuk Sang Pujaan Hati

Dariku yang selalu menunggumu
Selesai membaca aku langsung memejamkan mataku. Aku harap ini awal dari kebahagiaanku.
@@@
Sudah dua hari, aku menunggu balasan surat dari Garin. Tapi tak kunjung tiba. Apakah kau tidak tahu aku sangat menantikan suratmu? Jangan kau gantungkan perasaanku seperti ini! Setiap bertemu dengannya dia hanya diam terpaku, begitupun aku. Mengapa kau tidak mengatakan satu kata pun padaku? Setidaknya katakan ya atau tidak. Berhari-hari aku terlunta-lunta menuggu balasanmu.
Bukan aku saja yang menunggu isi surat itu, tapi Alexa dan Zhezha juga menuggu balasan surat itu. Hanya Alexa dan Zhezha yang selalu menguatkan aku untuk tetap bersabar menunggu. Tapi, mengapa setelah aku menulis surat itu, aku lebih sering gelisah karenanya. Apa karena aku gelisah menunggu jawaban darinya? Kenapa dia begitu mempersulitku? Tapi seharian ini di sekolah aku begitu gelisah. Entah apa yang akan aku temui nanti.
Sepulang sekolah aku langsung berbaring di tempat tidurku. Tiba-tiba, handphoneku berdering tanda SMS masuk.

“Maafkan aku Kinsi. Aku tidak bisa menjadi seperti yang kamu inginkan. Aku sudah punya kekasih yang masih membutuhkan cinta dan kasih sayangku. Aku tidak bisa mengkhianatinya hanya untuk tidak membuatmu sakit. Maafkan aku. Aku yakin, masih ada seseorang yang lebih mencintaimu lebih daripada aku.”

 Aku kaget membaca SMS itu, belum selesai aku membacanya aku langsung membanting handphone itu. Aku terkulai lemah di sisi tempat tidurku. Hatiku hancur membaca kenyataan yang harus aku hadapi sekarang. Aku tak sanggup lagi. Mengapa begitu cepat dia mengambil keputusan itu? Apakah dia tidak bisa belajar untuk mencintaiku? Begitu banyak yang ingin aku tanyakan padanya, tetapi aku tak akan pernah bisa mengungkapkannya. Hanya air mata yang bercucuran di pelupuk mataku. Lama sekali aku menangis, hingga aku tak sadar jika sudah malam. Aku terdiam sejenak dan berusaha bangkit dari sisi tempat tidurku dan kuat menghadapi masalah ini. Aku harus kuat. Bukan Kinsi namanya jika aku tidak bisa mengatasi masalh ini. Pasti ada hikmah dibalik ini semua. Mungkin ini resiko yang harus aku terima. Bukan hanya Garin saja laki-laki yang ada di dunia ini. Gugur satu tumbuh seribu, kataku menguatkan hatiku.  Tapi aku tidak bisa juga untuk melupakannya. Aku tidak bisa mengelak perasaan dan harapanku akan selalu ada. Di sisi lain, aku tetap bersyukur karena masih ada sahabatku Alexa dan Zhezha juga keluargaku yang selalu menyanyangiku. Tak lupa juga Allah, sang pemilik cinta sejati.
Kuyakin, masih banyak hal yang bermanfaat yang bisa aku lakukan bersama sahabat-sahabatku, tanpa kehadiran seseorang di hidupku. Perjalanan hidupku masih panjang, masih banyak yang harus aku lalui, aku tak boleh berhenti di sini dan terus menangisi kesedihanku ini. Aku yakin Allah akan memberikan hikmah dibalik semua ini. Allah akan memberikan lebih dari yang aku harapkan. Aku tidak akan menutup pintu hatiku. Masih ada cinta di luar sana yang menantiku. Sebuah penantian cinta, akan selalu aku nanti sampai kapan pun. 
 
_NASMAWATI_
A short story that is inspirated by My friend. 
It's true story when I was sitting on Senior High School...